Rabu, 13 Juni 2012

Sempat Ditolak Kerja Triyono, Juragan Agribisnis Beromzet Miliaran


KOMPAS.com Mungkin kita perlu mencontoh semangat Triyono, finalis tingkat nasional Penghargaan Wirausahawan Mandiri 2010 ini. Meski memiliki kekurangan fisik, ia berhasil mendirikan usaha di bidang agribisnis peternakan dan berhasil mencetak omzet hingga Rp 3 miliar per tahun.
Fisik Triyono memang tak sempurna. Meski ketika berjalan harus ditopang kruk yang mengapit di kedua lengannya, ia berhasil membuktikan kepada dunia bahwa ia mampu memberikan manfaat kepada orang lain.
Ketika ditemui KONTAN, Rabu (19/1/2011) di Jakarta, Triyono terlihat semringah. Berkali-kali ia tersenyum ketika menceritakan awal memulai bisnis. Bukan mengingat kenangan manis, tapi justru soal kesulitan dan tantangan yang ia hadapi saat membangun bisnis peternakan di Sukoharjo.
Tri, sapaan pria yang sejak berusia satu tahun divonis penyakit polio ini, bercerita bahwa ketika terjun di dunia agribisnis, dia tak banyak mendapat dukungan dari kerabat dan keluarganya sendiri. "Mereka saat itu selalu melihat ketidaksempurnaan fisik saya, mereka ragu akan kemampuan saya bekerja. Saat itulah saya merasa tidak berguna," kenang Tri.
Lelaki berumur 29 tahun ini teguh memegang prinsip: sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Penolakan yang selalu disematkan kepadanya ketika mencari pekerjaan menyadarkan Tri bahwa ia harus membangun usaha sendiri untuk mengasapi dapurnya. "Sudah pasti, saya adalah orang pertama yang ditolak perusahaan ketika melamar sekalipun IPK saya bagus," tuturnya sambil tersenyum.
Tri mulai merintis usaha agribisnis peternakan ketika masih berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Pertanian dan Peternakan Universitas Sebelas Maret, Solo, tahun 2006. Dengan bermodalkan Rp 5 juta, ia memulai usaha bebek potong. Ia membeli 500 bebek untuk dia kembang biakkan dan dibesarkan di lahan pekarangan rumah keluarganya.
Ia benar-benar menerapkan ilmu peternakan yang diperoleh di bangku kuliah. Hasilnya tokcer. Banyak pesanan mampir karena kualitas bebek peternakan Tri terbilang unggul. Bebek hasil ternaknya bukan hanya sehat, tetapi juga memiliki berat proposional. Ini yang membuat harga "si kwek-kwek" selalu bagus.
Pelan tapi pasti, selama setahun Tri mampu mengumpulkan modal dari usaha bebek potongnya. Tri memakai tambahan dana itu sebagai usaha jual beli sapi menjelang Idul Adha.
Awal 2007 ia memberanikan diri memulai usaha jual beli hewan kurban. Ia mengenang, saat itu menjadi tahun terberat baginya. Selain harus mempersiapkan ujian skripsi, ia juga baru merintis agribisnis.
Walhasil, saat pagi hingga siang hari ia harus berkutat dengan kuliah. Setelah itu Tri mencurahkan waktunya membeli dan menjual sapi untuk pasokan hari raya kurban.
Seorang diri, ia memasok hewan-hewan tersebut ke beberapa daerah di sekitar Sukoharjo. Masuk keluar pasar setiap hari sudah menjadi kegiatan rutin. "Saya harus berjalan jauh dengan menggunakan kruk, mencari dan membeli sapi yang berkualitas kemudian mengantar sapi-sapi tersebut ke tempat pesanan," kenang Tri. Tapi, dia pantang menyerah meski beberapa orang kerap menolak bekerja sama dengannya.
Segala usahanya tak sia-sia. Tri lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,2, dan juga meraih untung dari hasil penjualan sapi kurban. Ia memutar kembali keuntungan itu sebagai modal membeli sapi dan ayam.
Menyadari peluang usaha dari agribisnis cukup besar karena menyangkut kebutuhan primer banyak orang, dengan bermodalkan Rp 20 juta, Tri pun mantap membangun usaha secara serius pada tahun 2008.
Dengan mengibarkan bendera CV Tri Agri Aurum Multifarm, Tri berbisnis peternakan terpadu sapi potong, ayam potong, dan pupuk organik. Meski tak memiliki latar belakang berbisnis, Tri mampu meraih pasar dengan cepat.
Bekal kuliah menjadi nilai plus mengembangbiakkan ternak. Alhasil, pada 2008 dia mampu meraih omzet Rp 50 juta per bulan. Dia juga berhasil membuka lapangan kerja baru di desanya.

Meski tak keluar sebagai pemenang Wirausahawan Mandiri 2010, Triyono tak kecewa. Maklum, sejatinya, melalui ajang bertaraf nasional ini, ia ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa peternakan sangat layak menjadi pilihan anak muda dalam berusaha. Asalkan, dikelola dengan manajemen yang baik.
Bagi Triyono, persoalan menang atau kalah bukanlah tujuannya mengikuti ajang Wirausahawan Mandiri 2010. Ada gol lain yang hendak dituju. Yakni, mengenalkan CV Tri Agri Aurum Multifarm ke seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, Triyono juga ingin menunjukkan ke semua orang bahwa agribisnis bukan hanya usaha yang cocok untuk orang tua, tetapi juga dapat dikelola oleh anak muda seperti dirinya. "Saya ingin usaha agribisnis yang dikelola anak muda menjadi tren," ungkap Triyono.
Sejak mengembangkan usaha agribisnis dengan bendera Tri Agri tiga tahun lalu, omzet Triyono terus menanjak setiap tahun. Jika pada 2008, penghasilannya baru sebesar Rp 500 juta. Pada 2010 lalu pendapatannya melonjak enam kali lipat menjadi Rp 3 miliar.
Berbekal ilmu peternakan yang ia pelajari saat bangku kuliah, Triyono memulai usaha agribisnisnya dengan menjual bebek potong hingga kemudian beternak ayam dan terakhir sapi.
Kualitas ternak-ternak milik Triyono yang dibudidayakan di peternakan seluas 1 hektar tersebut terbilang unggul ketimbang ternak milik pelaku usaha lain. Meski begitu, bukan berarti Triyono boros dalam membudidayakan semua hewan ternaknya, justru sebaliknya. Tapi, "Bukan berarti saya irit memberi makanan ternak, tapi saya memberi makanan ternak secukupnya," ujar pria 29 tahun ini.
Hewan ternak yang diberi makan sesuai dengan asupannya dan tepat waktu lebih sehat dibandingkan dengan hewan ternak yang terus-terusan diberi makan. "Kami selalu memberi pakan tanpa campuran bahan kimia, hanya yang ada di lahan kamilah yang dimakan ternak, misalnya, rumput hijau," kata Triyono.
Cara ini tentu saja dapat menekan biaya operasional. Triyono juga memanfaatkan aneka bumbu dapur, seperti kunyit, jahe, dan lengkuas untuk mengobati ternak-ternaknya yang sakit akibat faktor perubahan cuaca. "Kalau ternak tak nafsu makan, tinggal diberi daun pepaya yang telah ditumbuk halus," imbuh dia.
Memanfaatkan pakan yang bersumber langsung dari alam tanpa campuran bahan kimia, Triyono mengatakan, juga akan menghasilkan sapi, ayam, dan bebek yang sehat dan bebas dari penyakit. Jadi, manajemen pakan, menurut Triyono, adalah 70 persen kunci dari keberhasilannya.
Namun, pola peternakan yang layak ditiru dari Triyono tak cuma sekadar soal memelihara, membesarkan, dan menjual hewan ternak, tetapi juga mengenai pengolahan limbah ternak.
Triyono—yang kerap memberikan penyuluhan kepada mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta—memanfaatkan kotoran hewan ternaknya menjadi pupuk kompos, kemudian dijual ke pasar seharga Rp 350 per kilogram.
Dalam sebulan, Triyono dapat mengolah 15 ton kotoran ternak yang disulap menjadi pupuk. Pria yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB) selama setahun saat usia delapan tahun ini mengatakan, ide mengolah limbah peternakan muncul ketika ia melihat kotoran ternak yang makin menggunung di sekitar lahan peternakannya.
Untuk menjadi pupuk, Triyono mencampur kotoran ternak dengan tanah dan serbuk jerami. Pengerjaannya secara manual. Setelah semua bahan tercampur secara merata, kemudian dibungkus dengan plastik dan siap dijual ke pasar.
Meski usaha agribisnis seperti peternakan telah mengantarkan sebagian orang bergelimang harta, toh sektor ini belum menjadi pilihan kalangan anak muda. Selain masih dinilai terlalu kolot dan hanya cocok untuk orang tua dan masyarakat pedesaan, agribisnis khususnya peternakan dianggap tidak bergengsi.
Apalagi, Triyono mengatakan, memulai usaha di bidang agribisnis harus memiliki modal yang besar. Inilah yang membuat para peternak lebih terlihat sebagai pemasok yang hanya mengejar keuntungan semata.
Padahal, menurut Triyono, kalau usaha ini dikelola dengan baik, niscaya beternak bisa setara dengan usaha-usaha bergengsi lainnya, seperti kuliner, industri kreatif, atau jasa. (Mona Tobing/Kontan)

Selasa, 12 Juni 2012

Memilih Puyuh Unggul


Kandang Puyuh Sajuri.S.P
Menetaskan puyuh sendiri merupakan solusi apabila ingin berternak puyuh. Mengapa kita harus mencoba menetaskan sendiri?. Karena puyuh yang kita ternakan akan selalu berkurang dalam waktu satu minggu 3-5 ekor akan mati disebabkan oleh banyak faktor. Puyuh mati biasanya disebabkan karena sakit berak kapur, kerdil, susah makan dan lain sebagainya.

Daun Gamal untuk Obat Scabies pada Kambing


Skabies merupakan penyakit parasit menular pada kulit yang disebabkan oleh tungau. Dua spesies tungau yang sering menyebabkan sckabies pada kambing adalah Sarcoptes scabei dan Psoroptes ovis.  Penyakit ini masih menjadi perhatian penting pada kambing di Indonesia.
Kambing yang terkena skabies mempunyai gejala adanya kegatalan yang hebat  sehingga hewan berusaha untuk terus menerus menggaruk diikuti dengan timbulnya kropeng dan kerontokan bulu. Jika penyakit berlanjut kulit menjadi tebal dan berbintil yang umumnya muncul pada ujung mulut, sekitar mata dan didalam telinga.  Jika luka terjadi di sekitar mulut maka kambing akan mengalami kesulitan makan dan akan mati karena kekurangan makanan.
Penyakit ini sering dibiarkan begitu saja pada kambing-kambing di pedesaan karena kendala harga obat yang mahal, padahal penyakit ini akan cepat menular pada hewan dalam satu kandang dan jika tidak diatasi dapat menyebabkan kematian hingga 67%.
Salah satu tanaman yang mempunyai potensi sebagai obat skabies adalah gamal (Gliricidia sepium) atau sering disebut cebreng. Gamal merupakan tanaman pelindung yang daunnya biasa diberikan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia karena memiliki nilai nutrisi dan kecernaan tinggi. Disamping itu daun dari tanaman ini ternyata juga mempunyai bahan aktif kumarin insektisida, rodentisida dan bakterisida.
Daun gamal yang digunakan adalah daun tua tetapi masih lunak dari pohon gamal berumur lebih dari enam bulan.  Semakin tinggi kadar kumarin dalam daun semakin baik efeknya sebagai obat skabies. Cara mudah untuk mengetahui daun dengan kadar kumarin tinggi adalah dengan merobek daun dan dicium aromanya.
Daun dengan kadar kumarin tinggi biasanya baunya lebih menyengat. Disarankan menggunakan daun yang diambil pada musim penghujan yang umumnya mengandung kadar kumarin rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak minyak sawit daun gamal 50% dapat menyembuhkan skabies hingga 100% dengan dua kali pengobatan dengan jarak waktu satu minggu.

Sumber: Balai Besar Penelitian Veteriner (litbag.deptan.co.id)

Jumat, 08 Juni 2012

Warga Minta Peternakan Puyuh Direlokasi

Kamis, 08 Maret 2012 | 19:58:40 WITA | 174 HITS



KANDANG PUYUH. Peternakan puyuh yang berada di tengah permukiman warga Kampung Jangka, Desa Pangkabinanga, Kecamatan Palangga, Gowa
SUNGGUMINASA, FAJAR -- Merespons keluhan warga terkait peternakan puyuh di tengah pemukiman, Komisi VI DPRD Gowa meminta instansi terkait untuk segera merelokasi peternakan itu.
Anggota DPRD Gowa Misbahuddin Tasrif mengatakan aspirasi atas peternakan itu disampaikan langsung warga Kampung Jangka, Desa Pangkabinanga, Kecamatan Palangga, Gowa.
"Warga terganggu oleh bau kotoran burung dari kandang puyuh di tengah pemukiman. Warga juga khawatir peternakan itu mudah menebar virus H5N1, penyebab flu burung," jelas Misbahuddin, kemarin.
Misbahuddin mengatakan masalah itu juga sudah disampaikan kepada Dinas Kesehatan Gowa Bagian Pencegahan Penyakit untuk melakukan pencegahan. "Dalam rapat kerja dengan Dinas Kesehatan kami sudah meminta agar peternakan itu dikaji dampaknya terhadap kesehatan warga sekitar," tuturnya.
Menurut dia, peternakan puyuh di tengah pemukiman warga ini, memang harus direlokasi. Sebab, selain bau kotorannya mengganggu warga sekitar, juga rawan menebarkan virus yang mematikan bagi manusia.
Sementara Burhanuddin Jawas, Kepala Lingkungan Kampung Jangka, Desa Pangkabinanga, Kecamatan Pallangga, Gowa, mengatakan peternakan itu sudah lama beroperasi. Tetapi menurut dia, peternakan itu memang tidak memiliki izin. "Mungkin kalau dulu tidak masalah, tetapi sekarang pemukiman semakin padat dan virus flu burung yang dengan mudahnya muncul, maka keberadaan peternakan unggas di tengah pemukiman harus direlokasi," jelasnya.
Burhanuddin mengakui, sebagai kepala lingkungan Kampung Jangka, dia menerima banyak keluhan dan kekhawatiran warganya terkait peternakan puyuh itu. "Sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah, aspirasi masyarakat itu telah saya tindaklanjuti dengan menyurat ke bupati Gowa agar kandang unggas yang berada di tengah pemukiman dipindahkan, termasuk peternakan puyuh yang sedang disoroti warga," tuturnya.
Dia mengatakan, permintaan kepada Pemkab Gowa untuk mencari solusi atas peternakan puyuh di tengah permukiman itu bukan untuk mematikan usaha yang bersangkutan. "Ini semata-mata untuk mencegah dampak buruk yang bisa timbul kapan saja. Di samping itu, saat ini, memang baunya sangat mengganggu warga," tegasnya.

Sebelumnya, Daeng Te'ne warga setempat, melalui SMS ke Interaktif FAJAR mengeluhkan peternakan itu. "Sebagai warga saya meminta peternakan itu ditutup untuk mencegah dampak buruk seperti bau tidak sedap dan flu burung yang bisa datang kapan saja dan dengan mudah menjangkiti warga sekitar," katanya. (aha/sap)